Oleh : Ahmad Basri S.IP S.H. |Senin|13,10,2025.
Ketua K3PP (Kajian Kritis Kebijakan Publik Pembangunan) Lampung.
Mangkraknya proyek sumur bor di berbagai daerah di Lampung bukan lagi fenomena baru. Hampir setiap tahun publik disuguhi laporan mengenai pembangunan sumur bor yang gagal berfungsi, rusak, atau tidak menghasilkan air sebagaimana mestinya.
Padahal proyek sumur bor menyangkut kebutuhan paling mendasar masyarakat sebagai penyedia air bersih. Kita memahami bahwa air adalah sumber kehidupan. Air bukan sekadar kebutuhan rumah tangga tetapi juga elemen vital bagi pertanian, peternakan, dan keberlangsungan hidup manusia.
Karena itu setiap rupiah dari dana publik yang dialokasikan untuk proyek air bersih seharusnya diawasi ketat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan hingga pemeliharaan. Fakta di Pekon Tanjung Heran, Kecamatan Pugung, Kabupaten Tanggamus, menunjukkan hal sebaliknya.
Berdasarkan laporan masyarakat dan hasil penelusuran lapangan media Serunting news, 8 Oktober 2025, proyek sumur bor yang dibangun menggunakan Dana Desa tahun 2021 hingga kini tidak berfungsi maksimal. Beberapa titik bahkan mangkrak total tidak dapat dimanfaatkan warga.
Pertanyaan mengemuka. Apakah proses perencanaan proyek dilakukan dengan kajian teknis yang memadai. Apakah pelaksana proyek adalah pihak yang memiliki kompetensi dan pengalaman profesional. Mengapa pengawasan dari perangkat Pekon dan pihak pendamping desa terkesan lemah.
Harus diperhatikan bahwa Dana Desa merupakan uang rakyat yang bersumber dari APBN dan diperuntukkan bagi pembangunan yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan Dana Desa tunduk pada prinsip akuntabilitas, transparansi dan partisipasi publik.
Semua kegiatan yang menggunakan Dana Desa apapun bentuknya masyarakat setempat harus dilibatkan. Partisipasi masyarakat harus ada di dalamnya jika tidak ada maka dianggap sebuah bentuk penyimpangan. Kepala Desa atau Pekon bukanlah penguasa tunggal dalam kendali pengelolaan Dana Desa.
Peraturan sudah sangat jelas bagaimana peran partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Dana Desa. Hal ini dapat dibaca dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang – Undang tersebut menjadi landasan utama yang mengatur tentang desa termasuk pengelolaan Dana Desa.
Pasal 68 secara khusus menyebutkan hak dan kewajiban masyarakat desa. Masyarakat berhak untuk ikut serta dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan desa. Memberikan masukan dan pendapat mengenai kebijakan desa. Serta memperoleh informasi mengenai kegiatan pembangunan desa.
Dan dalam konteks hukum setiap kerugian negara yang timbul akibat kelalaian, penyalahgunaan, atau perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan Dana Desa dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sesuai dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001.
Dengan demikian proyek sumur bor mangkrak di Pekon Tanjung Heran tidak bisa dianggap sepele.walaupun nilai proyek mungkin relatif kecil. Prinsip hukum tidak menilai besar atau kecilnya kerugian tetapi melihat ada tidaknya unsur kelalaian, penyalahgunaan kewenangan, atau ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku.
Dari penemuan proyek sumur bor yang mangkrak setidaknya adanya indikasi pengelolaan tata kelola keuangan Dana Desa tidak berjalan dengan baik. Bisa jadi BUNdes (Badan Usaha Milik Desa) atau unit – unit usaha lainnya mengalami kesemrawutan dalam pelaksana kegiatan dilapangaan.
Langkah yang paling tepat adalah memanggil Kepala Pekon Tanjung Heran, pelaksana proyek, dan pihak yang mengawasi pekerjaan tersebut, untuk dimintai keterangan terkait proses perencanaan dan realisasi proyek.
Jika terbukti ada indikasi penyimpangan anggaran, manipulasi laporan, atau pekerjaan fiktif maka harus ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku. Tidak bisa terjadi pembiaran begitu saja.
Editor : Syam