Jakarta, Seruntingnews.Id — Angin utara Jakarta bertiup lembut menyapa Nusantara International Convention Exhibition (NICE) di kawasan PIK 2. Di sanalah, antara langit modernitas dan laut yang merekam jejak masa silam, Wonderful Indonesia Tourism Fair (WITF) 2025 digelar pada 9–12 Oktober 2025.
Acara ini bukan sekadar pameran, melainkan ruang perjumpaan — antara gagasan dan kenyataan, antara industri dan budaya, antara Indonesia dan dunia.
Lebih dari 300 pelaku usaha pariwisata dan 200 pembeli (buyer) dari lebih 40 negara hadir, membawa semangat baru pascapandemi: membangun pariwisata yang tidak hanya mengundang wisatawan, tetapi juga menumbuhkan kehidupan.
*Dari Transaksi ke Transformasi*
Kehadiran WITF tahun ini menandai pergeseran paradigma besar. Pariwisata tidak lagi dipahami sekadar industri yang menjual pemandangan, melainkan ekosistem yang menghidupkan nilai.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menegaskan, WITF dan SEABEF 2025 bukan hanya ajang promosi, tetapi juga laboratorium ide untuk membangun masa depan pariwisata berkelanjutan — di mana profit, people, dan planet berjalan beriringan.
Di tengah sorotan lampu pameran dan layar digital interaktif, terselip pesan reflektif: bahwa perjalanan sejati tidak hanya menggerakkan tubuh, tetapi juga menyadarkan jiwa.
Setiap destinasi yang ditawarkan bukan hanya tempat untuk dikunjungi, melainkan ruang untuk disadari — bahwa alam, budaya, dan manusia adalah satu kesatuan yang mesti dijaga.
*PIK2: Simbol Konvergensi Baru*
Pemilihan lokasi di NICE PIK2 menjadi simbol kuat dari arah baru industri pariwisata Indonesia.
Kawasan yang dirancang dengan konsep hijau dan inklusif itu menjadi panggung bagi visi besar: menjadikan Indonesia sebagai pusat MICE (Meetings, Incentives, Conventions, and Exhibitions) bertaraf global.
Dengan dibukanya Tol Kataraja yang menghubungkan Bandara Soekarno-Hatta langsung ke kawasan ini, akses menuju arena WITF menjadi mudah — seolah menunjukkan bahwa transformasi fisik selalu berjalan seiring dengan transformasi ide.
*Merajut Konektivitas dan Kesadaran*
Di balik kemeriahan booth-booth dan transaksi bisnis, WITF 2025 menghadirkan ruang refleksi:
Bagaimana kita menjaga jati diri Indonesia dalam derasnya arus globalisasi?
Bagaimana pariwisata dapat menjadi sarana pemulihan spiritual, bukan sekadar ekonomi?
Menurut Agus Budi Rachmanto, Sekretaris Umum DPD PUTRI DIY, kehadiran DPD PUTRI DIY dalam ajang ini adalah bentuk komitmen untuk menghadirkan wisata yang bertanggung jawab dan berkesadaran.
> “Kami membawa semangat Responsible and Fun Tourism for All — wisata yang tidak hanya menyenangkan, tetapi juga mendidik, memberdayakan, dan melestarikan,” ujarnya.
Ia menambahkan, partisipasi pelaku wisata dari DIY di WITF menjadi wujud sinergi antara pusat dan daerah dalam memperkuat jejaring bisnis pariwisata nasional serta mempromosikan destinasi dan atraksi keluarga yang berakar pada budaya lokal.
Dalam pertemuan antara promosi dan kontemplasi itulah, WITF menemukan maknanya.
Ia bukan sekadar “pameran”, tetapi panggilan — untuk menjadikan perjalanan sebagai jalan pulang: kembali ke akar, budaya, dan nilai luhur Nusantara.
*Menatap Horizon Baru*
WITF 2025 menegaskan posisi Indonesia di peta global pariwisata —
bukan hanya sebagai tujuan wisata, tetapi sebagai sumber inspirasi.
Dari Sabang hingga Merauke, dari Bali hingga PIK2, semangatnya satu: menjadikan pariwisata sebagai jembatan kesadaran antara manusia dan alam semesta.
Ketika lampu pameran padam dan para tamu kembali ke negeri masing-masing, yang tersisa bukan hanya kesepakatan bisnis, tetapi juga keyakinan bahwa masa depan pariwisata adalah tentang keseimbangan — antara pembangunan dan pelestarian, antara kemajuan dan kearifan.
Editor : Syam