Bandar Lampung, 28 September 2025- Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Lampung menggelar Seminar Nasional bertema “Implikasi Rendahnya Pendidikan terhadap Kejahatan Perempuan dan Anak” di Aula IIB Darmajaya, Bandar Lampung, pada Minggu (28/9). Acara berlangsung dengan diikuti sekitar 100 peserta dari unsur mahasiswa, media, dan masyarakat.
Seminar ini menghadirkan narasumber dari unsur pemerintah, akademisi, aktivis, hingga organisasi masyarakat sipil, antara lain Ester Yusuf (Staf Ahli Wamen HAM RI), Dra. Hanita Fahrial, M.Si (Kadis PPPA Provinsi Lampung), Wilson Faisol (Asisten I Pemkot Bandar Lampung), Afrintina (Direktur Eksekutif DAMAR), Firmansyah Y. Alfian (Sekretaris Yayasan Alfian Husin), Yoga Aldo Novensi (Ketua Umum LMND Indonesia), Dinda Boru Napitu (Ketua EW LMND Lampung), Teo Rendra Arifin (Ketua KNPI Lampung), serta aktivis perempuan nasional Minaria Christyn.
Ketua Umum LMND Indonesia, Yoga Aldo Novensi, menegaskan bahwa akar kekerasan anak dan perempuan berhubungan erat dengan ketimpangan ekonomi dan akses pendidikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ketimpangan nasional dan kemiskinan struktural memicu kesulitan akses pendidikan dan kesehatan, sehingga berpotensi menimbulkan kasus kekerasan,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua EW LMND Lampung, Dinda Boru Napitu, menyebutkan berdasarkan data Kementerian Perlindungan Anak RI terdapat 770 kasus kekerasan perempuan dan anak di Indonesia, termasuk di Lampung. “Penyebab utama adalah minimnya kesadaran akibat rendahnya akses pendidikan serta masih kuatnya budaya patriarki,” tegasnya.
LMND Lampung juga menyampaikan enam tuntutan, antara lain penuntasan buta huruf, reforma agraria, ruang aman bagi perempuan, pembangunan industri pangan, pemerataan akses kesehatan, serta pembangunan ekonomi alternatif untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam paparannya, Ester Yusuf (Staf Ahli Wamen HAM RI) mengingatkan bahwa pendidikan dan HAM tidak bisa dipisahkan. Ia menyinggung lemahnya penegakan hukum dan masih terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia, termasuk peristiwa “UBL Berdarah” 28 September 1999 di Lampung yang menewaskan dua mahasiswa.
Hanita Fahrial, Kadis PPPA Lampung, menekankan bahwa kekerasan perempuan dan anak bersifat kompleks. Untuk mempermudah pelaporan, Pemprov Lampung telah membentuk UPTD PPA dengan layanan terpadu.
Aktivis perempuan Minaria Christyn menambahkan, akar kekerasan seksual terletak pada ketimpangan relasi kuasa, budaya patriarki, serta minimnya edukasi gender. Sementara Teo Rendra Arifin (Ketua KNPI Lampung) menyinggung kasus pemerkosaan dan pembunuhan bocah di Lampung Timur tahun 2016 yang hingga kini pelakunya belum tertangkap.
Direktur Eksekutif DAMAR, Afrintina, memaparkan tren kasus kekerasan di Lampung periode 2020-2024, dengan angka fluktuatif namun tetap tinggi. Ia menegaskan bahwa rendahnya pendidikan menjadi faktor kerentanan utama. “Investasi di bidang pendidikan adalah strategi pencegahan jangka panjang,” jelasnya. DAMAR juga membuka layanan hotline di 085357561195 untuk pengaduan kasus kekerasan.
Seminar ini ditutup dengan seruan kolektif dari para pembicara agar seluruh elemen masyarakat memperkuat akses pendidikan, mendorong kesetaraan gender, serta mempertegas komitmen penegakan hukum dalam melindungi perempuan dan anak dari kekerasan, (*)
Editor : Aan